Rabu, 16 Januari 2013 | By: rama smansa

Sholat Berjamaah

PENGERTIAN

Salat berjamaah merujuk pada aktivitas salat yang dilakukan secara bersama-sama. Salat ini dilakukan oleh minimal dua orang dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang lainnya menjadi makmum.

LANDASAN HUKUM
  • Dalam Al Qur'an  Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) bersamamu dan menyandang senjata,..." (QS. 4:102).
  • Rasulullah SAW bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam  bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).
  • Dari Ibnu Abbas RA berkata: "Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk salat malam maka aku bangun untuk salat  bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku ke sebelah kanan beliau." (HR. Jama'ah, hadits shahih).

KEUTAMAAN SHOLAT BERJAMAAH

  • Berjama'ah lebih utama dari pada salat sendirian. Rasulullah SAW bersabda: "Salat berjama'ah itu lebih utama dari pada salat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar RA)
  • Dari setiap langkahnya diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan baginya satu dosa serta senantiasa dido'akan oleh para malaikat. Rasulullah SAW bersabda: "Salat seseorang dengan berjama'ah itu melebihi salatnya di rumah atau di pasar sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang berwudhu' dan menyempurnakan wudhu'nya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan semata-mata untuk salat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki diangkatlah kedudukannya satu derajat dan dihapuslah satu dosa. Dan apabila dia mengerjakan salat, maka para Malaikat selalu memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat salat selagi belum berhadats, mereka memohon: "Ya Allah limpahkanlah keselamatan atasnya, ya Allah limpahkanlah rahmat untuknya.' Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan salat semenjak menantikan tiba waktu salat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Huraira RA, dari terjemahan lafadz Bukhari).
  • Terbebas dari pengaruh/penguasaan setan. Rasulullah SAW bersabda: "Tiada tiga orangpun di dalam sebuah desa atau lembah yang tidak diadakan di sana salat berjama'ah, melainkan nyatalah bahwa mereka telah dipengaruhi oleh setan. Karena itu hendaklah kamu sekalian membiasakan salat berjama'ah sebab serigala itu hanya menerkam kambing yang terpencil dari kawanannya." (HR. Abu Daud dengan isnad hasan dari Abu Darda' RA).
  • Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda: "Berikanlah khabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke masjid dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat." (HR. Abu Daud, Turmudzi dan Hakim).
  • Mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang salat Isya dengan berjama'ah maka seakan-akan ia mengerjakan salat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan salat shubuh berjama'ah maka seolah-olah ia mengerjakan salat semalam penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari Utsman RA).
  • Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke ma'mum begitu selesai salat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam salat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara setelah selesai salat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah RA berkata: "Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat salatnya diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit, barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa bersama dan Nabi SAW pun ikut tersenyum." (HR. Muslim).
  • Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf salat. Rasulullah SAW bersabda: "Imam itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya! Jika ia takbir maka takbirlah kalian, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian, jika ia mengucapkan 'sami'alLaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma rabbana lakal Hamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia salat sambil duduk, salatlah kalian sambil duduk pula!" (HR. Bukhori dan Muslim, shahih).
Dari Barra' bin Azib berkata: "Kami salat bersama Nabi SAW. Maka diwaktu beliau membaca 'sami'alLaahu liman hamidah' tidak seorang pun dari kami yang berani membungkukkan punggungnya sebelum Nabi SAW meletakkan dahinya ke lantai. (Jama'ah)
  • Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan. Allah SWT berfiman: "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan salat." (QS. 9:18).
MAKNA SHOLAT BERJAMAAH

Salah satu cara menumbuhkan persatuan tersebut adalah dengan shalat berjamaah. Kecintaan mereka, disiplin dan keikhlasan mereka dalam menunaikan shalat berjamaah telah menumbuhkan semangat persatuan dan keberanian yang tinggi diantara mereka. di sisi lain hubungan silaturahmi yang penuh kasih sayang semangat erat terjalin diantara mereka. Sehingga gambaran umat Islam yang bagaikan dua jari dieratkan benar-benar nampak di zaman itu.

Dalam hal disiplin dan kecintaan mereka dalam shalat berjamaah kita dapati di dalam salah satu riwayat bahwa seorang sahabat yang sudah uzur dan tuna netra setiap hari beliau shalat berjamaah ke masjid walaupun jaraknya tidak bisa dibilang dekat, diceritakan bahwa sahabat tersebut meminta keringanan Rasulullah saw untuk beliau khusus untuk shalat subuh shalat di rumah saja. Rasulullah saw mengizinkan, tetapi baru beberapa langkah Rasulullah saw meralat bahwa sahabat tersebut tetap menunaikan shalat berjamaah di Masjid. Betapa tingginya semangat dan disiplin yang terbentuk waktu itu. Bisa kita bayangkan seandainya di Masjid Istiqlal, setiap umat Islam yang berada di dalam radius beberapa kilometer dari Masjid - menunaikan ibadah shalat berjamaah di Masjid lima kali sehari - majid tersebut mungkin tidak akan mampu menampung, dan kitapun bisa membayangkan dampak persatuan, kecintaan dan kebaikan akan lebih terbentuk di dalam MAsyarakat. Dan lebih luas lagi musuh-musuh Islam yang melihat tentu akan gentar melihat persatuan Islam yang terbentuk dari hal yang paling mendasar sekali.

Contoh dalam hal ini adalah di Perancis, Islam yang dari sisi prosentase sebenarnya masih jauh dibandingkan dengan masyarakat asli yang beragama non Muslim, tetapi Islam yang sedikit tersebut sudah menjadikannya sebagai 'ancaman' bagi eksistensi umat Kristiani disana. Betapa tidak kita menyaksikan bahwa setiap ibada shalat toko-toko disana sampai tutup karena orang-orang Islam yang harus shalat di jalan-jalan dan trotoar, karena tidak tercukupinya Masjid untuk menampung umat Islam yang semakin bertambah. Ketakutan itu seharusnya memang tidak perlu dirisaukan, karena semakin shaleh dan taatnya seseorang pada agama dan bentuk-bentuk peribadatan, tentu hal itu akan membawa seseorang akan semakin saleh secara sosial, karena itu adalah tuntutan pasti dari Islam. Sehingga dampak tersebut akan terasa di kalangan masyarakat Perancis sendiri. Tetapi walau bagaimanapun kita pun mengerti ketakutan mereka jika kita membandingkannya dengan tindakan-tindakan terorisme yang dilakukan oleh 'oknum-oknum' muslim. Jadi Shalat berjamaah adlah hal yang harus selalu kita perhatikan, tidak sekedar kita menganggap untuk kepentingan pribadi kita, tidak sekedar untuk memenuhi masjid tetapi lebih dari itu adalah kita harus menumbuhkan persatuan Islam, persatuan dalam bermasyarakat dan persatuan dalam beragama.

    BEBERAPA MASALAH SEPUTAR SHALAT BERJAMAAH

    A. Shalat berjamaah bagi wanita
    Kaum wanita tidak wajib shalat berjamaah di masjid dengan kesepakatan ulama (Mausu’ah Ijma 2/622). Namun mereka boleh berjamaah di masjid dengan syarat tidak boleh bersolek/berdandan dan memakai parfum. Shalat di rumah lebih baik bagi mereka. (Lihat “Shalat Berjamaah Bagi Wanita “, Majalah AL FURQON Ed 6/II)
    Dan disyari’atkan bagi sekumpulan wanita untuk menunaikan shalat secara berjama’ah baik di rumah, ma’had dll dengan kesepakatan ulama. (Al-Majmu 4/96 Nawawi. Al-Muhalla 3/171 Ibnu Hazm). Barangsiapa yang menyelisihi ini maka pendapatnya tertolak. (I’lam Muwaqqi’in 3/357, Ibnu Qoyyim).
    Faedah: Posisi imam kaum wanita sesama mereka adalah di tengah-tengah makmum shaf pertamasebagaimana praktekUmmul mukminin Aisyah dan Ummu Salamah. (Lihat Al-Muhalla 3/171-172).
    B. Berjamaah di rumah?
    Ketahuilah bahwa asal syariat shalat berjamaah adalah di masjid, tidak boleh meninggalkan masjid tanpa udzur(Ihkam Ahkam 2/114, Ibnu Daqiq). Ibnu Qoyyim berkata, “Barangsiapa yang mengkaji sunnah dengan seksama, niscaya akan jelas baginya bahwa jamaah di masjid adalah fardhu ain kecuali karena udzur, dengan demikian meninggalkan masjid tanpa udzur seperti halnya meninggalkan jama’ah.” (Kitab Sholah, 166)
    C. Batas minimal oarng berjamaah
    Batas minimalnya dua orang, semakin banyak semakin utama. Hal ini merupakan kesepakatan ulama sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 2/177 dan Ibnu hubairah dalam al Ifshah I/155.
    D. Udzur tidak berjamaah
    “Tidak ada rukhsah (keringanan) untuk meninggalkan jamaah, baik kita katakan sunnah atau fardhu kifayah kecuali karena udzur umum atau khusus.” (Raudhah Thalibin I/344 Nawawi).
    Contoh udzur umum seperti hujan deras, baik siang atau malam, angin kencang sekali dan udara dingin yang sangat. Para ulama talah bersepakat tentang bolehnya. (Tharhu Tatsrib 2/317, Al-Iraqi)
    Contoh udzur secara khusus seperti; sakit parah, takut terhadap dirinya , harta dan kehormatannya. Hal ini tidak ada perselisihan tentang bolehnya. ( Al-Mushanaf  I/351). Contoh lainnya, menahan berak/kencing, dan masih banyak lagi lainnya. Imam Suyuti berkata, “Udzur tidak shalat berjamaah ada empat puluh jenis.” (Al-Asybah wa Nadhoir Hal. 439-440)
    E. Bolehkah meninggalkan jama'ah karena kemungkaran masjid/imam
    Sebagian orang terkadang meninggalkan jamaah dengan alasan karena masjid di kampungnya terdapat bid’ah seperti sholawatan/dzikir jama’ah atau semisalnya, maka perlu diketahui bahwa alasan tersebut tidak menghalangi shalat berjamaah. Lihat fatawa Lajnah Daimah 7/305)
    Ada juga yang beralasan karena imam shalatnya terjerumus dalam kemaksiatan, dosa dan bid’ah (yang tidakmengkafirkan), maka inipun alasan yang tidak dibenarkan, bahkan sebagaimana kata Hasan Al-bashri ketika ditanya tentang hukum shalat di belakang ahli bid’ah, beliau menjawab, “Shalatlah dan dosa bid’ahnya dia yang menanggungnya.”
    Tetapi jika ada masjid/imam yang utama maka itu lebih utama.
    F. Berjamaah di belakang TV/radio
    Termasuk Kebid’ahan modern yang dimunculkan orang-orang pemalas. Perbuatan ini jelas tidak boleh, baik bagi kaum pria maupun wanita, ada udzur maupun tidak sebagaimana fatwa lajnah Daimahno. 2437 tangggal 25/5/1399




    0 komentar:

    Posting Komentar